Etro Metrojaya

Etro Metrojaya
Penulis

Kamis, 14 November 2019

MENGENANG ABA BAU

Foto saat penguburan Aba Bau di Rujak-Desa Tumbang Tukun

Etrometrojaya.com – Aba Bau bernama asli SANADUT S.HENDJAN (Bapa Cilik). Ia adalah paman saya, kakak kandung ayah saya. Panggilannya Aba Bau (Dalam bahasa Ot Danum, Aba = ayah, Bau = mulut), karena dia adalah paman kami yang pemarah, suaranya nyaring, sering membentak, dan suka berkelahi.

Saya sangat menghormati dan menyayangi paman saya ini. Dan ia pun sangat menyayangi saya.
Ia telah meninggal pada tanggal 11 Juli 2016. Sekitar 3,4 tahun yang lalu.

Saya ingat dulu suatu ketika waktu saya masih kecil, kelas 2 SD, dan Aba Bau masih belum sangat tua. Ia membawa saya ikut menjaring ikan kucut di Riam Horas.
Kucut adalah ikan yang sangat besar di Sungai Kapuas tengah dan hulu, bentuk tubuhnya seperti pesawat, warna kulitnya loreng tentara, warna dagingya kuning. Sekarang sudah terancam punah/langka.
Riam Horas adalah riam yang sangat besar dan ada teluk yang sangat dalam yang terletak di Wilayah Desa Tumbang Tukun, Kab.Kapuas-Kalteng.
(Lain kali kalau saya ada waktu pulang kampung, saya akan upload fotonya, hehe…).
Kami berangkat dengan mendayung perahu arah mudik sungai Kapuas. Jaraknya dari pemukiman desa lumayan jauh.

Ketika sore awal sampai riam setelah memasang jaring, Aba Bau meninggalkan saya sendiri di perahu sambil memancing. Ternyata Aba Bau naik ke darat untuk mengambil sayur sambi di ladang orang, hehe…
Saya merasa sangat takut karena sendirian. Waktu itu masih lumayan primitive.… Tak lama, tiba-tiba ada yang mematuk pancing saya, saya tidak tau bentuk ikannya karena tidak terlihat, masih di dalam air, sangat besar, dan tarikannya kuat, sehingga tali pancing saya yang ukurannya besar itu pun terputus. Kemudian tiba-tiba ada kapal kelotok datang dari arah hilir. Saya menjadi sangat ketakutan, karena zaman itu banyak kayau (pemenggal kepala) menggunakan kapal kelotok. Saya berteriak memanggil Aba Bau. Aba Bau pun dengan cepat mendatangi saya.
Hahaha…

Kami bermalam 1 malam di riam tersebut, buat tenda dari terpal, memasak, makan dan tidur di atas hamparan bebatuan…makanannya terasa sangat enak.
Suhunya sangat dingin, apalagi di pagi hari.

Ketika saya merantau ke kota untuk sekolah menuntut ilmu, Aba Bau makin tua.
Ia sangat senang sekali ketika saya pulang kampung jika ada liburan sekolah.

Tahun demi tahun, Aba Bau makin tua, Aba Bau sering duduk termenung di depan rumahnya. Diperantauan saya dengar kabar Aba Bau sudah tidak kuat membentak lagi, suaranya sudah tidak nyaring, dan sudah tidak kuat lagi marah. Hingga suatu ketika ia jatuh saki dan stroke serta tidak bisa berbicara.

Suatu ketika ada liburan, saya pulang kampung. Kata anak-anak nya Aba Bau sudah tidak bisa mengenal orang lagi. Sakitnya sudah kritis. Akhirnya saya mengurungkan niat saya untuk menjenguknya. Tiap beberapa kali saya pulang kampung, setelah itu saya tidak pernah lagi menjenguk Aba Bau. Karena saya pikir ia sudah tidak mengenal saya lagi.

Sakit Aba Bau sangat lama, bertahun-tahun. Aba Bau sangat tersiksa. Kata anak-anaknya Aba Bau tidak bisa menghembuskan nafasnya (tidak bisa meninggal) karena nyawanya tertahan akibat ilmu (kaji) nya. Keluarganya pun berunding untuk mencari/memanggil/menghadirkan orang berilmu/paranormal/pangaji untuk melepaskannya agar ia bisa meninggal dengan tenang. Hal ini memerlukan dana/uang yang besar untuk diberikan kepada paranormal. Rencana mereka memanggil paranormal dari Barito-Kalteng.

Suatu ketika saya pulang kampung. Setelah ibadah minggu, saya tergerak hati untuk menjenguk Aba Bau. Saya tidak perduli Aba Bau mengenal atau tidak mengenal saya.
Saya lihat Aba Bau berbaring, kondisinya sangat menyedihkan. Saya mencoba untuk berbicara dengnnya.
Aba Bau, tuh ahku Etro ahkom, ahku harun dumah bara Plangka, kabar ine aba pios ih, masih ingatlah Aba Bau mba ahku?” Artinya: “Aba Bau, ini saya Etro, keponakanmu, saya baru datang dari Palangka Raya, kabar Ibu dan Ayah saya di Palangka Raya baik, apa Aba Bau masih ingat dengan saya?”
Saya terkejut, ia meresponi saya, ia berusaha menggerakkan tangannya untuk bersalaman dengan saya. Saya pun meraih tangannya untuk bersalaman.
Air mata saya mengalir deras.
Sambil memijatnya saya pun bercerita untuknya tentang cerita-cerita bahagia dulu, cerita waktu ia masih belum tua dulu. Ia sangat senang mendengar cerita saya.
Saya pun menelpon ayah ibu saya di Palangka Raya, saya aktif kan loud speaker hp saya agar ayah ibu saya bisa berbicara juga dengan Aba Bau. Aba Bau merespon dan sangat senang. Rupanya ia juga kangen dengan ayah saya. (Ayah saya adalah adik bungsu nya).
Kemudian ia memberi isyarat untuk meminta saya berdoa untuknya, ia berusaha melipat tangannya untuk berdoa bersama saya. Saya pun berkata: “ayo koro balahku dua Aba Bau” (Artinya: Aba Bau, ayo kita berdoa”).
Saya terkejut karena iya menjawab: “iyoh” Artinya: iya.
Padahal ia sudah bertahun-tahun tidak bisa berbicara.

Saya pun berdoa agar Tuhan mengampuni dosa-dosa kami, agar Tuhan melepaskan ilmu-ilmu yang mengikat Aba Bau.
Setelah selesai berdoa, wajahnya tampak cerah, dia terlihat tenang, dan tak lama ia menghembuskan nafas nya yang terakhir dengan tenang…

Amin…

Tidak ada komentar: